I. VISI & MISI

Visi

Memperluas manfaat kedokteran okupasi untuk cakupan kesehatan menyeluruh berbasis digital.

Misi

– Peningkatan kapasitas profesional kedokteran okupasi berbasis Information Technology (IT)
– Pengembangan surveilans penyakit akibat kerja
– Menjalin kerjasama organisasi institusi nasional dan internasional
– Meningkatkan literasi kesehatan kerja masyarakat

II. ISSUE-ISSUE STRATEGIS

  1. Hasil jajak pendapat terbanyak untuk strategi peningkatan kapasitas profesional kedokteran okupasi berbasis IT adalah e-learning berbasis website. Usulan lainnya: e-learning berbasis platform medsos (WA/telegram), e-learning berbasis mobile aplikasi dan semuanya (website,medsos,mobile aplikasi)
  2. Strategi pengembangan surveilans Penyakit Akibat Kerja (PAK) yang dapat dilakukan dalam pengembangan kompetensi :
    • Digitalisasi dalam surveilans PAK
    • Pengembangan penelitian di perusahaan/industri, RS dan komunitas
    • Kolaborasi stakeholder terkait dan bapel Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) PAK
    • Pelatihan PAK
  3. Hasil jajak pendapat terbanyak untuk strategi dalam menjalin kerjasama organisasi institusi nasional dan internasional adalah Persatuan Dokter Spesialis. Usulan lainnya : ACOEM, ICOH, IIHA, PDUI, IDKI, APINDO, KADIN, BNSP, SEMUA ORGANISASI PROFESI (OP) DALAM MPPK PB IDI, ASOSIASI HUMAN RESOURCES, OSHA, ACGIH, KEMNAKER, APJI, stakeholder (Kemkes RI,Kemdagri, BKN dll), BPJS Kesehatan, Bapel JKK-PAK
  4. Hasil jajak pendapat terbanyak strategi dalam meningkatkan literasi kesehatan kerja masyarakat untuk PERDOKI adalah kolaborasi dengan perhimpunan Human Resource (HR). Usulan lainnya : kolaborasi dengan Spesialis (SP), puskesmas, perhimpunan HSSE, asosiasi perusahaan, medsos, info grafis, Kemnaker, FK Indonesia
  5. Hasil jajak pendapat terbanyak metode paling efektif dalam meningkatkan kolaborasi dalam literasi kesehatan kerja masyarakat: pelatihan e-learning. Usulan lainnya : pelatihan tatap muka, campuran ( e-learning dan tatap muka), sosial media, hybrid, kegiatan pengabdian masyarakat seperti baksos.
  6. Hasil masukan prioritas dalam aspek kompetensi klinis: PNPK,PPK, Penyelenggaraan Ilmiah berkelanjutan, peningkatan kapasitas dengan pendataan kompetensi, track record pendidikan kedokteran berkelanjutan

III. TANTANGAN PALING BERKONTRIBUSI DALAM PROGRAM KERJA PERDOKI

A. STRENGHTEN

  1. Komitmen, penyebarluasan rencana dan hasil kegiatan yg telah dilaksanakan secara berkala
  2. Kerja sama dengan Kementeriaan Ketenagakerjaan dan mengenalkan ke masyarakat tentang PAK
  3. Sosialisasi pentingnya dokter kesehatan kerja ke masyarakat industri  Pelaksanaan rencana secara konsisten
  4. Kolaborasi organisasi kesehatan kerja terkait, dinkes, depnaker dan sponsor, pengakuan kompetensi Sp.Ok dari stakeholder tekait, kolaborasi lintas sektoral dalam negeri, sehingga mampu merangkul semua pihak.
  5. Membuka insight terutama perusahaan, pemerintah, institusi tertentu di daerah terutama diluar Jakarta-Banten-Jawa Barat terkait dengan pelayanan kedokteran okupasi di daerah sehingga membuka peluang pintu permintaan spesialis kedokteran okupasi di daerah
  6. Pembentukan tempat belajar yang layak bagi PPDS
  7. Meningkatkan pengetahuan awam tentang kompetensi okupasi
  8. Dikenal dan diakui oleh organisasi profesi lain, pelayanan kedokteran okupasi masuk dalam kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pekerja
  9. Diterima oleh para sejawat lain yang ada di fasyankes
  10. Sosialisasi kepada stakeholder keberadaan kedokteran okupasi
  11. Kemajuan teknologi yang serba digitalisasi
  12. Komitmen dari anggota
  13. Shared competency antar dokter spesialis (perlu ditekankan bidang tertentu seperti audiometri dan spirometri juga merupakan shared competency untuk Sp.Ok).
  14. Ketegasan regulasi terbaru nasional yg menyebutkan posisi Sp.Ok.
  15. Regulasi/perundangan pemerintah. Keharmonisan dengan bidang spesialisasi lain

B. WEAKNESS

  1. Kurangnya peran serta anggota
  2. Masyarakat belum banyak tahu tentang keberadaan Spesialis Kedokteran Okupasi eksistensi &kompetensi dokter okupasi
  3. Keaktifan dan komitmen pengurus dalam penyelesaian target output program kerja dan support anggota dalam penyusunan PPK
  4. Sebaran anggota Perdoki yang belum merata
  5. Memperkenalkan peran Sp.Ok kepada teman sejawat (TS) spesialisasi lain, juga menunjukkan spesifikasi kewenangan klinis yang membedakan dengan dokter perusahaan/ HSE
  6. Terlalu eksklusif
  7. Kurang dikenal masyarakat dan pemangku kebijakan
  8. E-learning
  9. Peningkatan beban prevalensi PTM di masa mendatang
  10. Tidak adanya koordinasi antara kementrian terkait
  11. Belum familiar dengan kedokteran okupasi
  12. Kurang dikenal di perhimpunan spesialis yg lain
  13. Penyamaan persepsi pada prioritas kegiatan yang akan dan sedang dilakukan
  14. Sosialisasi SOP yang digunakan Perdoki dan untuk bidang organisasi adanya kesepakatan peraturan yang harus dipatuhi Sp.Ok

IV. UPAYA YANG HARUS DITINGKATKAN DALAM MENGATASI MASALAH

A. KOMUNIKASI DAN KONSOLIDAS

  1. Informasi berkala melalui jurnal Perdoki,
  2. Sosialisasi,pengenalan &komunikasi tentang kompetensi dokter okupasi di kedok.kerja,
  3. Promosi yang gencar ke masyarakat, Lobi dan sejenis publik relation,
  4. Sp.Ok belum dikenal  lebih sering muncul dalam isu2 kesehatan nasional,
  5. Agar anggota perdoki didaerah dapat disupport lebih besar khususnya bagi anggota yang memang menempati wilayah “baru”,
  6. Soasialiasi ke organisasi masyarakat dan ke perusahaan,
  7. Pendekatan kepada stakeholder terkait oleh gugus tugas tetap pada masing2 stake holder agar komunikasi dan informasi dapat dijalankan secara berkesinambungan,
  8. Menjalin kerjasama dengan unit atau bagian lain agar lebih dapat dikembangkan, pelatihan berkelanjuta,
  9. Sharing pengalaman pribadi bulanan yang free dengan ditambah melakukan review 1 -2 topik journal
  10. Advokasi dan audiensi stake holder pemerintah pusat ( Kemkes, Kemnaker, BKN dll) maupun daerah melalui perdoki cabang , BPJS Kes, BPJS Ketenagakerjaan, PT Taspen, PT Asabri utk sosialisasi layanan kedokteran okupasi

B. SOSIALISASI

  1. Sosialisasi berbasis 4.0 ,
  2. Perlu “berjuang” kembali agar posisi SpOk benar2 tercantum namanya baik dalam regulasi nasional maupun dalam shared competency di mana bidang tersebut merupakan bagian dari pendidikan SpOk,
  3. Berkala dan rutin pertemuan ilmiah/organisasi dalam bentuk pelatihan atau penyusunan standar

C. MOTIVASI INTERNAL SELURUH ANGGOTA DLM MENCAPAI VISI MISI ORGANISASI

  1. Koordinasi, teamwork yg solid dan semangat,
  2. Meningkatkan komitmen TS,
  3. Adanya media untuk mengetahui recent update knowledge dan rencana kegiatan Perdoki yang berbeda dengan media tempat silaturahim /wag,
  4. Mendidik putra daerah menjadi Sp.Ok, ditunjuk koordinator bbrp wilayah seperti sudah dilaksanakan akan tetapi disosialisasikan pada mitra kerja/stake holder setempat,
  5. Menyediakan tempat belajar yang layak bagi PPDS,
  6. Banyak diskusi ilmiah, bahas kasus.

D. KOLABORASI

  1. Dengan TS spesialis lain (Sp.1/Sp.2) dengan mengadakan FGD pembahasan kasus-kasus praktek klinis rutin
  2. Sosialisasi massif kepada asosiasi HSE/ HR/ Pengusaha (lebih terbuka untuk kolaborasi krn PERDOKI adalah satu-satunya kelompok profesi yang mengedepankan program promosi dan pencegahan sehingga perlu lebih agresif karena tidak semua stakeholders merasa bahwa program tersebut diperlukan),
  3. Penguatan promotif & preventif kesehatan kerja,
  4. Melakukan advokasi pada institusi pemerintah dan badan internasional terkait harus banyak merangkul bagian safety,
  5. Pendekatan Kolegium dan PERDOKI ke BPJS TK dan perhimpunan lain, dapat dibantu melalui TS Sp.Ok yang bertugas di instansi asuransi, RS atau perusahaan
  6. Upaya menjalin kerjasama dgn semua perhimpunan spesialis lain,
  7. Mengukuhkan posisi spesialis kedokteran okupasi dalam bagian yang tdk terpisahkan dengan bidang spesialisasi lainnya.
  8. Membuka praktek bersama dokter Sp.Ok di kawasan industry

E. PELATIHAN REGULER

  1. Menyelenggarakan pelatihan PAK reguler (seperti ATLS) bisa kerjasama pelaksanaannya dengan Training Center PB IDI
  2. Mengadakan pelatihan penilaian kelaikan kerja regular (jika KKOI memutuskan memberikan shared competency)
  3. Pelatihan kepemimpinan dan teamwork untuk pengurus pusat dan cabang untuk mempersiapkan regenerasi organisasi
  4. Pelatihan Pembacaan Foto ILO Radiograph A dan B reader
  5. Pelatihan Pelayanan Kesehatan Kerja dalam K3 RS
  6. Pelatihan Verifikasi Pelamar CASN Disabilitas
  7. Bantuan biaya dari OP untuk anggotamengikuti pelatihan international online (misalnya AMA Guide to the evaluation permanent 6th edition)

F. PENGUATAN PENGEMBANGAN LAYANAN KEDOKTERAN OKUPASI DI FASKES RUJUKAN

  1. Advokasi direktorat rujukan standar layanan kedokteran okupasi di RS (instalasi kedokteran okupasi) untuk dimasukan dalam regulasi
  2. Penyusunan rincian kewenangan klinis sub spesialis kedokteran okupasi
  3. Membuat white paper kedokteran okupasi
  4. Membuat semua PPK Penyakit-penyakit Akibat Kerja yg ada di ICD 10 OH dengan melibatkan semua anggota dengan pendampingan subspesialis kedokteran okupasi sesuai Sub Spesialis nya dan hasil PPK tersebut diajukan ke Kemkes sebagai PNPK
  5. Membuat pedoman tatalaksana okupasi pada penyakit umum dan diajukan ke Kemkes untuk tergabung dalam PNPK penyakit terkait
  6. Membuat konsensus penilaian kecacatan kasus KK dan PAK
  7. Pemerataan distribusi layanan dokter SpOk dg upaya mewajibkan setiap SpOk mengikuti ujian board (masih ada dokter SpOk belum ujian board) dan memotivasi setiap dokter SpOk bisa praktek sesuai spesialisasinya
  8. Khusus BPJS Kesehatan audiensi supaya tatalaksana okupasi penyakit umum pada pekerja bisa dijaminkan

G. PENGEMBANGAN PENELITIAN PROFESI

  1. Penelitian kasus JKK dan PAK yang ditangani anggota dan dipublikasikan
  2. Penelitian hasil pelayanan dokter SpOK di perusahaan
  3. Kerjasama dengan institusi/badan riset

H. PENGUATAN PENGEMBANGAN LAYANAN KEDOKTERAN OKUPASI DI PERUSAHAAN

Membuat standar pelayanan kedokteran okupasi di perusahaan

I. PENGEMBANGAN KEDOKTERAN PRESISI TERKAIT PELAYANAN KEDOKTERAN OKUPASI

V. REKOMENDASI

No

Bidang

Rekomendasi

1

Organisasi dan Pembinaan Anggota

–  Transformasi organisasi berbasiskan IT

–  Kewajiban melakukan KRIP bagi anggota PERDOKI baru atau anggota lama yang belum pernah

–  Pelatihan kepemimpinan pengurus PERDOKI

–  Membuat organisasi PERDOKI yang inklusif

–  Memperluas jejaringan kerjasama dengan organisasi nasional dan internasional

2

Pengembangan Ilmiah

–  Pelatihan regular PAK

–  Pelatihan penilaian kelaikan kerja (apabila shared competency disetujui KKOI)

–  Pelatihan Foto ILO Radiograph A reader dan B reader

–  Pelatihan Pelayanan Kesehatan Kerja di RS

–  Pelatihan verifikasi CASN Disabilitas

–  Pelatihan AMA Guide to the evaluation permanent 6th edition, 2008

–  Meningkatkan literasi Kedokteran Kerja profesi

–  Dukungan kegiatan ilmiah secara digital (e-learning, sosial media, hybrid)

–  Penyelenggaraan IOMU setiap tahun dan acara ilmiah sosialiasi Standar atau Pedoman Perdoki serta FGD rutin

3

Pengembangan Pedoman dan Standar Layanan Profesi

–  Melanjutkan penyusunan PPK (SPPKO), white paper kedokteran okupasi, pelayanan kedokteran okupasi dalam K3 rumah sakit, panduan imunisasi pekerja, pelayanan kedokteran okupasi di perusahaan, pedoman penilaian kecacatan, standar sarpras penyandang disabilitas, standar pelayanan laboratorium kedokteran okupasi dan lingkungan dll

–  Pengajuan PPK dan pedoman tatalaksana okupasi untuk penyakit umum pada pekerja menjadi PNPK ke Kemkes

–  Penelitian pelayanan kedokteran okupasi

–  Publikasi hasil penelitian

4

Advokasi dan Terapan JKN

–  Audiensi BPJS Kesehatan untuk jaminan layanan tatalaksana okupasi penyakit umum pada pekerja

–  Audiensi BPJS Ketenagakerjaan, ASABRI, dan Kementerian Tenaga Kerja serta stake holder lainnya supaya dugaan PAK dijamin oleh bapel JKK PAK sesuai permenkeu 141 tahun 2018 dan PerDJSN 1/2021

–  Advokasi Direktorat Pelayanan Rujukan untuk pelayanan kedokteran okupasi di RS supaya masuk dalam regulasi PMK

–  Audiensi BPJS TK agar Return to Work pasca sakit pada pekerja juga dapat penilaian RTW oleh dokter okupasi

–  Penilaian laik kerja Pekerja Migran

–  Kolaborasi dengan pengawas ketenagakerjaan terkait diagnose PAK

5

Kemitraan dan Pengabdian Masyarakat

–  Kolaborasi dengan stakeholder, OP lain, perusahaan, serikat pekerja, organisasi nasional/internasional, dll

–  Bakti sosial ke komunitas pekerja (mis. Pekerja informal)

–  Meningkatkan literasi Kesehatan Kerja masyarakat

6

Pengembangan Profesi dan Pendidikan Berkelanjutan

–  Digitalisasi pengisian dan penilaian borang P2KB

–  Output semua anggota Perdoki dapat mempunyai STR dengan rekomendasi P2KB

–  Bridging dengan IDI online

7

Khusus Komunikasi Profesi

–  Digitalisasi sistem IT pengolahan big data surveilans pelayanan kedokteran okupasi

–  Digitalisasi sistem IT semua kegiatan PERDOKI